Indonesia adalah Negara berkembang yang sedang melaksanakan program
pembangunan di segala bidang. Kelesuan ekonomi yang melanda dunia
ditambah lagi dengan krisis moneter tahun 1997, membuat Indonesia
semakin terpuruk khusunya pembangunan ekonomi. Pemerintah mengalami
penurunan kemampuan dalam membiayai proyek pembangunan, sehingga banyak
kegiatan pembangunan harus dikaji ulang atau bahkan terhenti sama
sekali.
Di masa lalu sumber-sumber dana melimpah telah memungkinkan
pemerintah untuk memainkan peranan sebagai pemrakarsa pembangunan.
Melalui strategi pembangunan yang tersentralisasi, cenderung padat modal
dan berorientasi pertumbuhan, pemerintah hendak merealisasi gagasan
yang mendasari teori “penetesan ke bawah” (Trickle Down Effect).
Pada era 70-an, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) muncul dan memberi
warna terhadap strategi pembangunan indonesia. LSM tampil sebagai
penganjur pembangunan alternatif yang didasari keyakinan ‘bahwa
masyarakat memiliki potensi”, terutama pada masyarakat miskin (baik di
kota maupun di desa). LSM berusaha menggali potensi laten masyarakat
ini, dengan strategi “grass roots” (akar rumput), yang pada masa lalu
tidak tersentuh oleh strategi penetesan ke bawah.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan tumbuh subur berdiri LSM
dimana-mana, dimana hal ini mendapat pujian sekaligus kritikan. Di era
reformasi, LSM turut berperan sebagai pengontrol kebijakan pemerintah,
sebut saja seperti ICW (Indonesian Corruption Watch), GOWA (Government
Watch), dan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). LSM ini dengan
jeli selalu mengkritisi segala kebijakan yang merugikan rakyat. Untuk
melihat apa dan bagaimana sosok LSM sebenarnya, perkembangan dan
kondisinya saat ini, akan dijelaskan melalui uraian berikut.
APA SEBENARNYA LSM ITU
Lembaga Swadaya Masyarakat (Non Governmental Organization) NGOs
merupakan organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan pembangunan di
tingkat Grassroots (akar rumput) masyarakat miskin, biasanya melalui
penciptaan dan dukungan terhadap kelompok-kelompok swadaya local.
Biasanya jumlah anggota kelompok ini berkisar diantara 20-50 anggota.
Sasaran LSM adalah menjadikan kelompok-kelompok ini berswadaya setelah
proyeknya berakhir.
Ralston mencatat bahwa LSM dapat memainkan peran dalam mendukung kelompok swadaya masyarakat yaitu:
1. Mengidentifikasi kebutuhan kelompok local dan taktik-taktik untuk memenuhi kebutuhan ini.
2. Melakukan mobilisasi dan agitasi untuk usaha aktif mengejar kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifkasi tersebut
3. Merumuskan kegiatan jangka panjang untuk mengejar sasaran-sasaran pembangunan lebih umum
4. Menghasilkan dan memobilisasi sumberdaya local atau eksternal untuk kegiatan pembangunan
5. Pengaturan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan ini
Untuk mewujudkan peran-peran ini, keberadaan pekerja lapangan atau
tenaga lapangan menjadi sangat penting. Melalu mereka LSM akan melakukan
supervise yang sinambung kepada kelompok-kelompok sasaran. Pekerja
lapangan merupakan wakil LSM di lokasi binaan, sehingga tidak berlebihan
jika dikatakan bahwa pekerja lapangan merupakan penentu keberhasilan
proyek LSM.
LSM memiliki keunggulan dibandingkan jenis organisasi lain. Goran Hayden menggambarkan keunggulan tersebut sebagai berikut :
1. LSM dekat dengan kaum miskin dan punya organisasi terbuka yang memudahkan informasi keatas
2. LSM mempunyai staff yang bermotivasi tinggi
3. LSM mempunyai efektifitas biaya serta bebas dari korupsi
4. LSM cukup kecil, terdesentralisasi, luwes dan mapan menerima feedback dari proyek yang dipromosikan
5. LSM lebih mampu mendorong penggunaan jasa-jasa pemerintah yang lebih baik
PERKEMBANGAN LSM DI INDONESIA
Umumnya LSM di Indonesia mencerminkan kebangkitan kesadaran golongan
masyarakat menengah terhadap masalah kemiskinan, ketidakadilan social,
dan masalah HAM. Harus diakui bahwa pemerintah amat memerlukan LSM
sebagai mitra, dalam melakukan pembangunan. Pemerintah dengan kondisi
keuangan yang amat sangat memprihatinkan, bekerja sama dengan LSM
berjuang agar rakyat Indonesia bebas dari kemiskinan. Dalam beberapa
kasus kita dapat melihat, LSM menawarkan bantuannya untuk menggali
potensi masyarakat miskin baik di kota maupun di desa. Dan pemerintah
sendiri mengakui merasa terbantu dengan adanya uluran tangan LSM dalam
membantu rakyat miskin. Secara garis besar perkembangan dan bentuk LSM
di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Tahun 60an, pada masa ini ada dua bentuk LSM :
o Organisasi primordial grassroots LSM jenis ini mengacu kepada
kepentingan kelompok kecil (khususnya golongan miskin) dan dilandasi
kepentingan bersama (afiliasi keagamaan atau kekerabatan dekat). LSM
jenis ini merupakan organisasi rakyat, dengan struktur organisasi
longgar, berukuran kecil, bersifat local, terpencar, kurang terorganisir
dan mengacu kepada kelangsungan hidupnya. Kepemimpinannya bersifat
tradisional.
o Organisasi amal, fenomena kelas menengah Tujuan organisasi ini
adalah mengumpulkan dana dari masyarakat untuk di sumbangkan kepada kaum
miskin, cacat fisik maupun mental, dalam bentuk makanan, obat-obatan
dan uang.
2. Akhir 60an dan awal 70an Lahir LSM jenis baru dengan semangat
gelora pembangunan dan upaya mempropagandakan semangat membangun. Mulai
disadari bahwa masalah kemiskinan tidak bisa diatasi dengan penyediaan
makanan atau obat-obatan. Mulai disadari bahwa perbaikan hidup golongan
miskin akan sangat tergantungng pada kemampuan mereka sendiri untuk
memenuhi kebutuhan dari sumber-sumber:
o Organisasi pembangunan setempat berskala kecil dikelola oleh kelas
menengah dan menekankan program pembangunan terpadu dan berskala kecil
memalui prakarsa di bidang kesehatan, pertanian, industry kecil,
teknologi tepat guna dan sebagainya.
o Strategi perjuangan dilandasi upaya untuk memajukan kemandirian dan
keswadayaan masyarakat dalam menghimpun sumber daya dari dalam maupun
dari luar masyarakat setempat, menyusun rencana untuk menanggulangi
masalah tersebut. Contoh, LBH, PKBI, Bina Desa, Walhi, YLKI.
3. Pada awal 1980an, bangkit kesadaran yang lebih besar tentang
pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, serta perlu
dicari terobosan untuk mengadakan perombakan social secara damai dan
demokratis.
o Organisasi kemasyarakatan yang berorientasi pada perubahan struktur
dan kelembagaan di bidang ekonomi, politik dan social. Sejumlah masalah
yang mendapat perhatian adalah kemiskinan structural, bantuan hukum,
monopoli, sentralisasi dan lain-lain. Contoh, GOWA, ICW, dan UPC
o Dalam waktu yang bersamaan timbul jenis LSM lain lagi yaitu LSM
yang memperoleh bantuan dari pemerintah dan perusahaan multinasional.
KONDISI PERAN LSM MASA KINI
Peter Hannam telah melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan
Bentuk Bangunan Alternatif Pengalaman LSM di Indonesia” penelitian ini
mencoba melihat bagaimana LSm menjalankan peran yang telah disebutkan
oleh Goran Hayden diatas. Hasil penelitian menunjukkan hal sebagai
berikut:
1. Pada umumnya, LSM di Indonesia cenderung kurang member perhatian
kepada pekerja lapangan, insentif kurang sementara beban kerja para
pekerja lapangan terlalu berat. Kondisi ini menyebabkan komunikasi
kurang lancer. Pihak LSM kurang memperhatikan laporan kerja dari pekerja
lapangan. Hal ini, dapat mengakibatkan pekerja lapangan akan memilih
keluar dari lembaga, dan informasi ke atas akan terhambat.
2. Manakala sebuah LSM semakin bertambah usianya, semangat individu
yang tergabung dalam LSM cenderung menurun. Komunikasi semakin
tersentralisir. Gagasan-gagasan yang dilontarkan cenderung tidak up to
date. Kalaupun ada yang tetap bersemangat biasanya adalah pimpinan LSM
itu sendiri. Sementara pekerja lapangan biasanya kurang bersemangat
karena mereka bergabung hanya demi memperoleh pekerjaan saja.
3. Efektivitas biaya hanya berlaku pada LSM kecil, dimana LSM dapat bekerja walaupun dana yang tersedia kecil.
4. Setiap LSM yang baik akan maju dan berkembang menjadi kelompok
professional dalm bidangnya. LSM ini akan mengakan konsultasi,
pelatihan, yang membuat LSM semakin bekerja sebagai organisasi yang top
down. Kondisi ini menyebabkan jarak LSM dengan kaum miskin semakin jauh.
5. LSM mampu bekerja sama dengan pemerintah. Contohnya lurah diminta
dukungannya untuk mendirikan koperasi. Hanya saja keterlibatan pihak
pemerintaha dalam proyek LSM dapat menimbulkan masalah, dimana proyek
yang akan direncanakan akan dikooptasi sehingga LSm tidak leluasa
menjalankan misinya. Proyek akan diarahkan sesuai dengan kepentingan
kaum elit (pemerintah), sementara kaum miskin terabaikan. Kecenderungan
semacam ini sudah semakin Nampak, dimana pada akhirnya LSM tidak
independent lagi dalam menjalankan tugasnya.
PENUTUP
Bahwa LSM berperan dalam pembangunan di Indonesia hal ini tidak dapat
dipungkiri lagi. LSM telah memainkan peran sebagai mitra dalam
membangun masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Pada perkembangannya
banyak LSM telah mengabaikan peran yang sebenarnya harus dimainkan. Di
masa yang akan datang kita berharap LSM dapat berperan sebagaimana
mestinya dan lebih maksimal, sehingga dapat membantu dan mengangkat
derajat masyarakat miskin Indonesia.
sumber :https://mazdalifahjalil.wordpress.com/2011/12/04/lembaga-swadaya-masyarakat-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar