Daud dan Sulaiman adalah bapak dan anak. Kedua nabi
tersebut berasal dari Bani Israel, anak keturunan Nabi Ya’kup. Keduanya
juga dikenal punya banyak keistimewaan, daiantaranya daud mampu membuat
baju besi (baju perang), sementara Sulaiman mampu menundukkan angin.
Bapak
dan anak tersebut inilah punya warisan yang hingga kini lestari, yaitu
segi enam daud yang kemudian segi enam tersebut diwariskan kepada
putranya sulaiman dan kemudian dikenal juga dengan dengan sebutan;
bintang Sulaiman. Dari kedua nabi tersebut, umat Yahudi menggunakannya
sebagai lambang bangsanya. Tetapi, oleh bangsa yahudi lambang tersebut
hanya dapat dipahami dan tidak dapat diaplikasikan.
Lambang tersebut berbentuk gabungan dua segi tiga
atau dua piramida normal dan terbalik. Berikut adalah makna bintang
sulaiman yang sesungguhnya:
ASAL = Segala sesuatu pasti berasal (ALLAH)
BATAS = Segala sesuatu pasti ada batasnya (KITAB SUCI)
TUJUAN = Segala sesuatu pasti ada tujuannya (HARI KIAMAT)
QADAR = Untuk mengungkapkan sesuatu harus ada kekauatan (QADAR)
ALAT = Untuk mengungkapkan sesuatu menuju sesuatu diperlukan alat (MALAIKAT)
SYARAT = Untuk merealisasikan sesuatu harus memenuhi syarat (RASUL)
1). Asal (Allah)
Pada awalnya, Tuhan menciptakan makhuk-Nya atas
dasar cinta yang dipancarkan dari sifat rahmaniayahNya. Itulah pancaran
sifat pemurah dari Sang Asal yang dinamakan diriNya Allah.
Sang Asal (Allah) adanya tidak bisa dilihat,
diraba, atau disentuh oleh indra dan instrumen apa pun kecuali oleh
kesadaran. Kesadaran meripakan buah dari cahaya iman, dan cahaya iman di
dalam hati berasal dari percikan cahaya Tuhan.
Segala sesuatau yangada di duinia; manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan, alam anorganik, dan mahkluk-makhluk gaib (malaikat, jin
, setan), semua berasal dari cinta kasih Sang Asal (Allah). Dialah yang
lebih Gaib dari yang gaib, Sang Asal yang Mutlak (Sang Asal yang tidak
berasal dari apa pun), kepadaNya bergantung seluruh ciptaanNya yang
nisbi (yang berasal dari makhluk sebelumnya).
2). Batas
Setelah mengetahui bahwa semua yang nisbi berasal
dari yang mutlak, kemudian kita mengenal bahwa semua yang nisbi berada
dalam ukuran (batas) tertentu. Setiap mahkluk terbatas ukuran, uma,
sifat, potensi, dan kemungkinannya. Jadi, segala sesuatu diciptakanNya
dalam ukuran (batas) tertentu.
3). Tujuan
Setelah mengetahui bahwa segala sesuatu diciptakan
dalam kondisi terbatas, selanjutnya, hasil dari telaah kita pada setiap
ciptaanNya membuktikan bahwa segala sesuatu memiliki manfaat. Batu,
tanah, udara, dan semua makhluk yang diciptakanNya ternyata bermanfaat
(memiliki tujuan). Maka, tuhan tidak menciptakan segala sesuatu yang
sia-sia.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa segala
sesuatu berasal dari Allah (Asal), segala sesuatu diciptakan dalam
kondisi terbatas (Batas), dan segala sesuatu pasti bermanfaat (Tujuan).
Asal, batas, dan tujuan adalah asas esensial yang jika dirangkai akan menjadi sebuah segi tiga yang esensial pula.
Setelah menyadari bahwa ada tiga asas yang bersifat
esensial (yang tidak bisa di indra), selanjutnya, ada tiga asas pula
dalam kehidupan yang bersifat eksistensial (yang berwujud).
1). Qadar
Ketika Allah berfirman, “Aku hendak menjadikan
khlaifah di bumi” (al-Baqarah [2]:30), diciptakan manusia sebagai
pengemban amanah Tuhan. Diberinya mereka kekuasaan dari Kuasa Tuhan
(qudrah-Nya) yang bernama ruh. Maka manusia menjadi satu-satunya wujud
ciptaanNya yang mendapat percikan kuasa Tuhan (qudratullah).
2). Alat
Qadar yang dititipkan pada diri manusia menyebabkan
manusia berkehendak. Namun, kehendak itu tak akan terealisasi tanpa
adanya alat. Maka, di dalam mengungkapkan diri (berbuat sesuatu) manusia
selalu membutuhkan alat. Allah menyediakan alat yang bernama malaikat,
dan karya Malaikat Tuhan menjadi alatnya manusia, yakni alam semesta dan
seluruh potensi yang terkandung di dalamnya.
3). Syarat
Dengan alat yang telah disediakan Tuhan, akhirnya,
manusia mampu mengungkapkan diri (berbuat sesuatu) untuk mencapai
tujuan. Akan tetapi, didalam pencapaian tujuan, manusia harus mematuhi
peraturan Tuhan; tidak membencanai orang lain, tidak boleh merugikan
pihak lain, dan harus mendapatkan perkenan (izin) orang lain.
Syarat yang telah digariskan Tuhan itu akan mudah
terpenuhi apabila di dalam hati manusia ada iman (cinta). Sebab kuasa
yang dititipkan ke padanya menuntut dirinya untuk senantiasa berbuat
baik, yakni berbuat sebagaimana perbuatan yang dicontohkan oleh
rasulullah (sebagai uswatun hasanah).
Tiga asas qadar, alat, dan syarat jika dirangkaikan akan menjadi segi tiga eksistensial.
Ketika tiga asa yang bersifat esensial (yang tidak
bisa di indra) dan tida asa yang bersifat eksistensial (yang berwujud)
digabungkan, maka, akan membentuk ‘sege enam Daud’ atau ‘bintang
sulaiman’
Tapi, penggabungan kedua segitiga itu belum
memiliki arti bagi kehidupan. Makanya, Nabi Muhammad datang mencairkan
kebekuan sehingga konsep beragama yang diwariskan oleh nabi-nabi
terdahulu (termasuk daud dan Sulaiman) dapat dikondisikan kedalam diri
umat manusia. Caranya ialah; menghubungkan setiap titik esensial
dihadapannya. Artinya, kita harus menghubungkan yang lahir dengan yang
batin. Jasmani harus dihubungkan dengan ruhani.
Panah yang lain adalah dari sudut syarat mengarah ke sudut asal. Itu artinya, dalam menunaikan syarat agar perbuatan yang dilakukan diridhai oleh Allah (Sang Asal), syarat tersebut karus dilaksanakan dengan ikhlas. Untuk itu harus terbentuk kepribadian yang senantiasa menghambakan diri kepada Allah. Iyyaka na’budu (kepadamu kami mengabdi atau menghambakan diri). Caranya adalah dengan melakukan ibadah shalat.
Dan panah yang terakhir adalah dari sudut qadar menuju sudut batas. Maknanya, dalam mengungkapkan kemampuan diri seseorang agar tidak melampau batas. Caranya adalah dengan melakukan ibadah puasa. Dengan berpuasa seseorang diproyeksikan bisa mengendalikan diri.
Begitula kira-kira pemaknaan dari lambang Yahudi yang berasal dari ‘ Segi Enam Daud’ atau “Bintang Sulaiman’ yang jika dipahami oleh umat Yahudi, Kristen, dan Islam, maka, diantara mereka tidak akan saling bermusuhan. Karena inti keberagamaan mereka sama: semuanya mesti berlomba-lomba berbuat kebajikan, melakukan segala hal dengan ikhlas, dan menjaga diri dari perbuatan yang melampau batas. Dan semoga… kita bisa mengamalkannya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar