Minggu, 22 Maret 2015

makna bendera israel

1358314157105042133
ilustrasi (syumal.blogspot.com)
Kita tidak asing dengan bendera ini. yah, lambang negara zionis Israel. Jika memperhatikan bendera Israel ini, maka, akan tanpak jelas ada penggabungan dua segi tiga, atau kombinasi antara piramida normal dan terbalik. Orang banyak menyebutnya, itulah ‘Segi Enam Daud’ atau ‘Bintang Sulaiman’.
Daud dan Sulaiman adalah bapak dan anak. Kedua nabi tersebut berasal dari Bani Israel, anak keturunan Nabi Ya’kup. Keduanya juga dikenal punya banyak keistimewaan, daiantaranya daud mampu membuat baju besi (baju perang), sementara Sulaiman mampu menundukkan angin.
1358315565681114564Bapak dan anak tersebut inilah punya warisan yang hingga kini lestari, yaitu segi enam daud yang kemudian segi enam tersebut diwariskan kepada putranya sulaiman dan kemudian dikenal juga dengan dengan sebutan; bintang Sulaiman. Dari kedua nabi tersebut, umat Yahudi menggunakannya sebagai lambang bangsanya. Tetapi, oleh bangsa yahudi lambang tersebut hanya dapat dipahami dan tidak dapat diaplikasikan.
Lambang tersebut berbentuk gabungan dua segi tiga atau dua piramida normal dan terbalik. Berikut adalah makna bintang sulaiman yang sesungguhnya:
ASAL = Segala sesuatu pasti berasal (ALLAH)
BATAS = Segala sesuatu pasti ada batasnya (KITAB SUCI)
TUJUAN = Segala sesuatu pasti ada tujuannya (HARI KIAMAT)
QADAR = Untuk mengungkapkan sesuatu harus ada kekauatan (QADAR)
ALAT = Untuk mengungkapkan sesuatu menuju sesuatu diperlukan alat (MALAIKAT)
SYARAT = Untuk merealisasikan sesuatu harus memenuhi syarat (RASUL)
1). Asal (Allah)
Pada awalnya, Tuhan menciptakan makhuk-Nya atas dasar cinta yang dipancarkan dari sifat rahmaniayahNya. Itulah pancaran sifat pemurah dari Sang Asal yang dinamakan diriNya Allah.
Sang Asal (Allah) adanya tidak bisa dilihat, diraba, atau disentuh oleh indra dan instrumen apa pun kecuali oleh kesadaran. Kesadaran meripakan buah dari cahaya iman, dan cahaya iman di dalam hati berasal dari percikan cahaya Tuhan.
Segala sesuatau yangada di duinia; manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, alam anorganik, dan mahkluk-makhluk gaib (malaikat, jin , setan), semua berasal dari cinta kasih Sang Asal (Allah). Dialah yang lebih Gaib dari yang gaib, Sang Asal yang Mutlak (Sang Asal yang tidak berasal dari apa pun), kepadaNya bergantung seluruh ciptaanNya yang nisbi (yang berasal dari makhluk sebelumnya).
2). Batas
Setelah mengetahui bahwa semua yang nisbi berasal dari yang mutlak, kemudian kita mengenal bahwa semua yang nisbi berada dalam ukuran (batas) tertentu. Setiap mahkluk terbatas ukuran, uma, sifat, potensi, dan kemungkinannya. Jadi, segala sesuatu diciptakanNya dalam ukuran (batas) tertentu.
3). Tujuan
Setelah mengetahui bahwa segala sesuatu diciptakan dalam kondisi terbatas, selanjutnya, hasil dari telaah kita pada setiap ciptaanNya membuktikan bahwa segala sesuatu memiliki manfaat. Batu, tanah, udara, dan semua makhluk yang diciptakanNya ternyata bermanfaat (memiliki tujuan). Maka, tuhan tidak menciptakan segala sesuatu yang sia-sia.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah (Asal), segala sesuatu diciptakan dalam kondisi terbatas (Batas), dan segala sesuatu pasti bermanfaat (Tujuan).
Asal, batas, dan tujuan adalah asas esensial yang jika dirangkai akan menjadi sebuah segi tiga yang esensial pula.
Setelah menyadari bahwa ada tiga asas yang bersifat esensial (yang tidak bisa di indra), selanjutnya, ada tiga asas pula dalam kehidupan yang bersifat eksistensial (yang berwujud).
1). Qadar
Ketika Allah berfirman, “Aku hendak menjadikan khlaifah di bumi” (al-Baqarah [2]:30), diciptakan manusia sebagai pengemban amanah Tuhan. Diberinya mereka kekuasaan dari Kuasa Tuhan (qudrah-Nya) yang bernama ruh. Maka manusia menjadi satu-satunya wujud ciptaanNya yang mendapat percikan kuasa Tuhan (qudratullah).1358319031304390279
2). Alat
Qadar yang dititipkan pada diri manusia menyebabkan manusia berkehendak. Namun, kehendak itu tak akan terealisasi tanpa adanya alat. Maka, di dalam mengungkapkan diri (berbuat sesuatu) manusia selalu membutuhkan alat. Allah menyediakan alat yang bernama malaikat, dan karya Malaikat Tuhan menjadi alatnya manusia, yakni alam semesta dan seluruh potensi yang terkandung di dalamnya.
3). Syarat
Dengan alat yang telah disediakan Tuhan, akhirnya, manusia mampu mengungkapkan diri (berbuat sesuatu) untuk mencapai tujuan. Akan tetapi, didalam pencapaian tujuan, manusia harus mematuhi peraturan Tuhan; tidak membencanai orang lain, tidak boleh merugikan pihak lain, dan harus mendapatkan perkenan (izin) orang lain.
Syarat yang telah digariskan Tuhan itu akan mudah terpenuhi apabila di dalam hati manusia ada iman (cinta). Sebab kuasa yang dititipkan ke padanya menuntut dirinya untuk senantiasa berbuat baik, yakni berbuat sebagaimana perbuatan yang dicontohkan oleh rasulullah (sebagai uswatun hasanah).
Tiga asas qadar, alat, dan syarat jika dirangkaikan akan menjadi segi tiga eksistensial.
Ketika tiga asa yang bersifat esensial (yang tidak bisa di indra) dan tida asa yang bersifat eksistensial (yang berwujud) digabungkan, maka, akan membentuk ‘sege enam Daud’ atau ‘bintang sulaiman’
Tapi, penggabungan kedua segitiga itu belum memiliki arti bagi kehidupan. Makanya, Nabi Muhammad datang mencairkan kebekuan sehingga konsep beragama yang diwariskan oleh nabi-nabi terdahulu (termasuk daud dan Sulaiman) dapat dikondisikan kedalam diri umat manusia. Caranya ialah; menghubungkan setiap titik esensial dihadapannya. Artinya, kita harus menghubungkan yang lahir dengan yang batin. Jasmani harus dihubungkan dengan ruhani.
13583196721504994489
Dan selanjutnya, seperti pada gambar disamping, pada ‘Segi Enam Daud’ atau ‘Bintang Sulaiman’ ada tanda panah dari sudut alat yang mengarah tujuan. Itu artinya, di dalam mendaya gunakan alat untuk mencapai tujuan adalah dengan cara melaksanakan kebaktian (al-birr) berupa zakat, infak, shadaqah.
Panah yang lain adalah dari sudut syarat mengarah ke sudut asal. Itu artinya, dalam menunaikan syarat agar perbuatan yang dilakukan diridhai oleh Allah (Sang Asal), syarat tersebut karus dilaksanakan dengan ikhlas. Untuk itu harus terbentuk kepribadian yang senantiasa menghambakan diri kepada Allah. Iyyaka na’budu (kepadamu kami mengabdi atau menghambakan diri). Caranya adalah dengan melakukan ibadah shalat.
Dan panah yang terakhir adalah dari sudut qadar menuju sudut batas. Maknanya, dalam mengungkapkan kemampuan diri seseorang agar tidak melampau batas. Caranya adalah dengan melakukan ibadah puasa. Dengan berpuasa seseorang diproyeksikan bisa mengendalikan diri.
Begitula kira-kira pemaknaan dari lambang Yahudi yang berasal dari ‘ Segi Enam Daud’ atau “Bintang Sulaiman’ yang jika dipahami oleh umat Yahudi, Kristen, dan Islam, maka, diantara mereka tidak akan saling bermusuhan. Karena inti keberagamaan mereka sama: semuanya mesti berlomba-lomba berbuat kebajikan, melakukan segala hal dengan ikhlas, dan menjaga diri dari perbuatan yang melampau batas. Dan semoga… kita bisa mengamalkannya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar